Saat kami sekeluarga berkunjung ke Bali, kami sempat bertamu ke studio/rumah Made Wianta.
Studio seniman lintas media kelahiran Tabanan, 65 tahun silam terletak di Denpasar. Beberapa karya instalasinya bersanding dengan lukisan-lukisan penuh detail menyambut kami masuk ke dalam bangunan yang rapih. Di sebelah kiri pintu masuk ada sebuah ruangan kecil untuk memajang beberapa karyanya. Dipisahkan dengan kaca, kami masuk ke ruangan semi outdoor, masih dikelilingi oleh karya 2 dimensi maupun 3 dimensi yang di display di seberang kolam renang.
Saya dan Lino di ruang display karya
Kunjungan singkat kami dijamu hangat oleh Made Wianta sendiri, sang istri, Bude Intan, dan Mbak Burat, anak Made Wianta. Ketika kami datang sudah hadir Pak Warih dari Bentara Budaya Bali dan beberapa koleganya. Sebelum makan siang, kami berkumpul di dapur sambil mengobrol singkat.
Lino dan Bude Intan, Lino dan Grenma (ki-ka)
Agung yang pameran tunggalnya baru saja di buka di Bentara Budaya Bali beberapa hari sebelumnya, diberi wejangan-wejangan berharga dari sang maestro Bali tersebut sambil melihat karya-karya di katalog Agung 'Natural Mystic'. Beliau menghadirkan pemikiran paradoks dari makna cetak grafis itu sendiri. Terutama di iklim seni rupa hari ini yang banyak mengedepankan kesenian-yang dengan bahasa saya- 'so called contemporary'.
Karya lama Made Wianta. Menurut beliau, karya Agung mengingatkannya dengan karya ini. Pseudo image and mystical things. Ink on paper.
Pada beberapa momen, beliau juga menekankan pentingnya dukungan keluarga dalam mendukung karier kesenimanan. Bukti bahwa dukungan sang istri sangat terlihat dari awal kariernya. Bude Intan menyimpan semua karya dan sketsa beliau. Dan di pisah per tahun dan per media. Namun sejak beberapa tahun lalu, pengarsipan sketsa dan karya-karya Made Wianta diserahkan kepada asistennya. Saya pribadi sangat salut dan kagum dengan ketekunan Bude Intan dalam mengorganisir pengarsipan semua sketsa-sketsa dan karya Made Wianta.
Lemari tempat penyimpanan karya Made Wianta. Terorganisir ditandai sejak tahun 1970an.
Made Wianta menjelaskan beberapa karya lamanya dan pengarsipan karya-karyanya dibantu oleh sang istri.
Disela-sela semua orang mengamati pengarsipan karyanya, Made Wianta menghampiri Agung sambil membawa sebuah gelas kertas yang sudah lecek dan terlipat menjadi 2 bagian. Dia mulai membukanya dan menunjukkan kepada Agung. Sambil menunjuk label berwarna hijau tua pada gelas yg terlipat tersebut, Ia berkata "Menurut saya ini adalah grafis. Ini cetak grafis.." lalu membuka lipatan gelas tersebut perlahan sambil mperlihatkan keseluruhan gelas tersebut kepada Agung. Hampir pada semua bidang putihnya terdapat goresan ballpoint khas nya. Lalu Ia melanjutkan "...ketika Saya menggambarkan ini disini, apakah ini masih cetak grafis?".
Made Wianta, Agung Prabowo, dan Lino
Studio seniman lintas media kelahiran Tabanan, 65 tahun silam terletak di Denpasar. Beberapa karya instalasinya bersanding dengan lukisan-lukisan penuh detail menyambut kami masuk ke dalam bangunan yang rapih. Di sebelah kiri pintu masuk ada sebuah ruangan kecil untuk memajang beberapa karyanya. Dipisahkan dengan kaca, kami masuk ke ruangan semi outdoor, masih dikelilingi oleh karya 2 dimensi maupun 3 dimensi yang di display di seberang kolam renang.
Saya dan Lino di ruang display karya
Kunjungan singkat kami dijamu hangat oleh Made Wianta sendiri, sang istri, Bude Intan, dan Mbak Burat, anak Made Wianta. Ketika kami datang sudah hadir Pak Warih dari Bentara Budaya Bali dan beberapa koleganya. Sebelum makan siang, kami berkumpul di dapur sambil mengobrol singkat.
Lino dan Bude Intan, Lino dan Grenma (ki-ka)
Agung yang pameran tunggalnya baru saja di buka di Bentara Budaya Bali beberapa hari sebelumnya, diberi wejangan-wejangan berharga dari sang maestro Bali tersebut sambil melihat karya-karya di katalog Agung 'Natural Mystic'. Beliau menghadirkan pemikiran paradoks dari makna cetak grafis itu sendiri. Terutama di iklim seni rupa hari ini yang banyak mengedepankan kesenian-yang dengan bahasa saya- 'so called contemporary'.
Karya lama Made Wianta. Menurut beliau, karya Agung mengingatkannya dengan karya ini. Pseudo image and mystical things. Ink on paper.
Pada beberapa momen, beliau juga menekankan pentingnya dukungan keluarga dalam mendukung karier kesenimanan. Bukti bahwa dukungan sang istri sangat terlihat dari awal kariernya. Bude Intan menyimpan semua karya dan sketsa beliau. Dan di pisah per tahun dan per media. Namun sejak beberapa tahun lalu, pengarsipan sketsa dan karya-karya Made Wianta diserahkan kepada asistennya. Saya pribadi sangat salut dan kagum dengan ketekunan Bude Intan dalam mengorganisir pengarsipan semua sketsa-sketsa dan karya Made Wianta.
Lemari tempat penyimpanan karya Made Wianta. Terorganisir ditandai sejak tahun 1970an.
Made Wianta menjelaskan beberapa karya lamanya dan pengarsipan karya-karyanya dibantu oleh sang istri.
Disela-sela semua orang mengamati pengarsipan karyanya, Made Wianta menghampiri Agung sambil membawa sebuah gelas kertas yang sudah lecek dan terlipat menjadi 2 bagian. Dia mulai membukanya dan menunjukkan kepada Agung. Sambil menunjuk label berwarna hijau tua pada gelas yg terlipat tersebut, Ia berkata "Menurut saya ini adalah grafis. Ini cetak grafis.." lalu membuka lipatan gelas tersebut perlahan sambil mperlihatkan keseluruhan gelas tersebut kepada Agung. Hampir pada semua bidang putihnya terdapat goresan ballpoint khas nya. Lalu Ia melanjutkan "...ketika Saya menggambarkan ini disini, apakah ini masih cetak grafis?".
Made Wianta, Agung Prabowo, dan Lino
No comments:
Post a Comment